Namun, siapa sangka eksistensi bangkai Titanic sedang terancam, gara-gara bakteri. Para peneliti di Dalhousie University, Halifax, Nova Scotia, Canada telah meneliti bakteri yang menggerogoti Titanic. Itu adalah bakteri pemakan karat.
Menggunakan teknologi DNA, ilmuwan Dahousie, Henrietta Mann dan Bhavleen Kaur, serta peneliti dari University of Sevilla, Spanyol mampu mengidentifikasi spesies bakteri baru yang dikumpulkan dari rusticles, formasi karat yang mirip stalaktit dari bangkai Kapal Titanic.
Bakteri pemakan besi teroksidasi itu bahkan telah diberi nama, Halomonas titanicae. Penemuan bakteri ini punya arti penting dalam upaya mengawetkan bangkai kapal ini.
"Pada 1995, saya memprediksi Titanic bakal bertahan 30 tahun lagi," kata Henrietta Mann, seperti dimuat situs LiveScience. "Tapi, ini jauh lebih buruk. Umurnya mungkin lebih pendek, 15 atau 20 tahun."
Bangkai Titanic saat ini ditutupi rusticle yang dibentuk setidaknya oleh 27 bakteri, termasuk Halomonas titanicae. Rusticles memiliki pori-pori yang memungkinkan air melewatinya. Melalui proses yang agak rumit, ia akhirnya akan hancur menjadi bubuk. "Ini adalah proses alam, daur ulang besi kembali ke alam," kata Mann.
Pasca tenggelam, selama beberapa dekade Titanic menyimpan misteri. Tak ada yang tahu di mana tepatnya lokasi kapal mahsyur itu tenggelam. Bangkai Titanic akhirnya ditemukan oleh ekspedisi gabungan Perancis-Amerika Serikat pada tahun 1985.
Bangkai Titanic ditemukan sedikitnya 3,8 kilometer di bawah permukaan laut di 530 kilometer tenggara Newfoundland, Canada.
Dalam 25 tahun sejak penemuannya, bangkai Titanic dengan cepat memburuk. Meski nantinya gagal menyelamatkan Titanic, penemuan bakteri ini punya arti yang sangat penting. Salah satunya, mempercepat pelapukan kapal tua dan rig minyak lawas.
Di sisi lain, penemuan bakteri ini juga akan membantu para ilmuwan mengembangkan cat atau lapisan pelindung untuk menjaga kapal dari bakteri pemakan karat itu. Temuan peneliti akan dipublikasikan 8 Desember 2010 dalam International Journal of Systematic and Evolutionary Microbiology.
No comments:
Post a Comment